Perwakilan tetap Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, membunyikan alarm atas pejabat Israel yang melontarkan gagasan mengganti warga Palestina dengan pemukim Yahudi di Gaza. Diplomat Rusia itu juga menuduh Amerika Serikat (AS) melindungi Israel melalui vetonya di Dewan Keamanan PBB.
Israel telah menduduki Tepi Barat sejak 1967 yang menentang keputusan badan internasional tersebut. Rezim penjajah Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Gaza sebagai bagian dari perang genosida yang membunuh warga sipil Palestina. Pengeboman udara besar-besaran dan serangan darat oleh Pasukan Israel (IDF) telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina di daerah kantong berpenduduk padat itu, menurut pejabat kesehatan setempat yang dikendalikan Hamas. Berbicara di sesi Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu, Nebenzia menyatakan, “Israel terus melanjutkan rencana mereka untuk membangun permukiman (ilegal) baru di Tepi Barat,” serta menghancurkan rumah-rumah Palestina dengan dalih yang dibuat-buat. Hal ini, menurut utusan Rusia, menghalangi peluang penyelesaian yang dinegosiasikan untuk konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dia juga mencatat beberapa contoh pelecehan dan kekerasan oleh pemukim Yahudi terhadap warga Palestina, sementara otoritas Israel diduga menutup mata. “Dengan latar belakang ini, pernyataan pejabat Israel tentang perubahan demografi Gaza secara paksa dengan tujuan untuk ‘menjajah kembali’ daerah kantong itu menimbulkan kekhawatiran khusus,” tegas Nebenzia. Dia melanjutkan dengan mengklaim Israel menyalahgunakan hak sahnya untuk membela diri dengan melakukan tindakan militer tanpa pandang bulu di Gaza, Tepi Barat, serta Lebanon dan Suriah.
“Kami sangat menyesalkan, semua upaya Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan gencatan senjata dan membebaskan para sandera sejauh ini telah diblokir oleh AS,” tegas Nebenzia, mengutip veto berulang kali Washington terhadap resolusi itu. Pada bulan Oktober ini, beberapa menteri Israel dan aktivis pemukim mengadakan rapat umum di dekat perbatasan Gaza, dengan para peserta menyerukan pemindahan warga Palestina dari daerah kantong itu dan mengisinya kembali dengan orang Yahudi.
Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir, pemimpin partai sayap kanan Jewish Power, mengatakan selama acara tersebut, “Apa yang telah kami pelajari tahun ini adalah bahwa semuanya tergantung pada kami. Kami adalah pemilik tanah ini.” May Golan, menteri kesetaraan sosial dan hak-hak perempuan, menggemakan sentimen ini, berjanji bahwa, “Siapa pun yang menggunakan sebidang tanah mereka untuk merencanakan Holocaust lainnya akan menerima dari kami… Nakba lainnya.” Nakba adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan eksodus massal lebih dari 750.000 orang Palestina pada tahun 1948